Home » » 1.725 Anak Putus Sekolah akan Dikembalikan ke Sekolah

1.725 Anak Putus Sekolah akan Dikembalikan ke Sekolah

 
 
 
Usia sekolah anak-anak sekarang banyak yang tidak berjalan sesuai kodratnya. Kondisi yang ada saat ini, terdapat sekitar 4,6 juta anak usia setara pendidikan dasar mengalami putus sekolah.

Demikian yang diutarakan Direktur Pembinaan PKLK Dikdas Mudjito pada Launching Penyaluran Bantuan PLK (Pendidikan Layanan Khusus) dalam rangka Mengembalikan Pekerja Anak ke Sekolah (31/10/2012).

Bertempat di Yayasan Pendidikan Al Hikmatuzzainiyah, Cakung, Jakarta Timur, Direktur PPKLK Dikdas Mudjito didampingi Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Adji Dharma meluncurkan program subsidi pendampingan pekerja anak untuk kembali ke sekolah tersebut.

“Terdapat 425 ribu tamatan SD/MI tidak melanjutkan ke SMP, 211 ribu siswa SMP putus sekolah. Ternyata 85% dari mereka menjadi pekerja anak, mayoritas pekerja anak tidak memiliki kesempatan bersekolah dikarenakan pekerjaannya. Kondisi ini terlihat jelas bahwa adanya suatu eksploitatif pada anak dan berpotensi besar menimbulkan gangguan kesehatan bahkan membahayakan bagi anak,” ungkapnya di depan 25 PLK se-Indonesia.

Saat ini sudah banyak masalah di negeri ini. Berbagai faktor dari mulai masalah sosial ekonomi, kemiskinan, diskriminasi gender, dan pandangan kalau seorang anak adalah aset berharga hingga ia menjadi tulang punggung keluarga menyebabkan adanya pekerja anak di usia sekolah yang harusnya dinikmati. Perlu ilmu untuk menaikkan drajat dengan mengembalikkan hak-hak mereka untuk memperoleh pendidikan

Dari berbagai fenomena itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar (Dikdas) melalui Direktorat PPK-LK Dikdas melakukan suatu kualitas layanan pemerataan dan pengembangan peserta didik termasuk pada pekerja anak.  Ini dirancang sebagai program yang terkait dengan program pengurangan pekerja anak. “Upaya intervensi melalui pendamping sudah ada sejak tahun 2009.” Ungkap Kasubdit Kelembagaan dan Peserta Didik Dit.PPK-LK Dikdas Abdul Majid.

Mengambil tempat di Yayasan Pendidikan Islam, Al Hikmatuzzainiyyah, Cakung, Direktorat PKLK Dikdas memberi bantuan  subsidi pada pendampingan bagi para pekerja anak untuk kembali ke sekolah melalui lembaga pendidikan dan LSM yang bergerak di pendidikan ini. Program tersebut diberikan terutama pada daerah-aerah yang terbelakang, terpencil, pedalaman, anak jalanan, serta pekerja anak itu sendiri.

Pendidikan Layanan Khusus bagi pekerja anak adalah bentuk layanan pendidikan yang diselenggarakan untuk pekerja anak melalui berbagai jenjang satuan pendidikan dasar dan tingkat satuan pendidikan menengah dalam rangka mengembangkan potensi diri anak agar menjadi manusia yang lebih baik. Selain itu, ini bertujuan pula untuk membantu melakukan pendampingan bagi para pekerja anak usia sekolah untuk dikembalikan melanjutkan pendidikan mereka yang sempat terputus.

Dalam kesempatan itu, Kemdikbud melalui Direktorat PPK-LK Dikdas akan mengintervensi sebanyak 1.725 anak dari 25 lembaga Pendidikan Layanan Khusus (PLK), dari 25 lokasi kabupaten/kota, agar buruh/pekerja anak itu  yang belum sekolah, akan ditampung, dididik dan disalurkan kembali ke sekolah.

Mudjito mengatakan, sasarannya anak PLK sesusai amanat UU Sisdiknas No.20/2003 pada Pasal 32 Ayat 2 diantaranya mencakup anak yang bekerja di sektor pertanian, anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, anak yang bekerja sebagai nelayan, anak yang bekerja di perkebunan, di jalanan, maupun di pabrik, pendidikan anak-anak di daerah terpencil, terluar, korban trafficking, anak di lapas, anak pemulung, anak pengungsi, pekerja anak, serta anak-anak di perbatasan.

Anak-anak PLK yang masuk program ini juga diperintahkan untuk diberi beasiswa. Selanjutnya kepada anak-anak PLK tersebut bisa masuk sekolah melalui APBNP.  ”Lama remidial itu bergantung pada kemampuan anak yang bersangkutan. Mungkin satu atau dua semester,” imbuh Mudjito.

Yang menjadi permasalahan, lanjut Mudjito, memberikan motivasi kembali kepada anak-anak untuk dapat masuk ke sekolah. Jika hal seperti itu dibiarkan maka anak-anak akan kehilangan masa keemasan untuk memperoleh ilmu.

”Bagi mereka yang sudah menikmati kerja dan menerima upah kemudian harus melepaskannya, itu akan menjadi masalah terbesar bagi mereka. Itu yang harus dikondisikan, mengingat tugas utama mereka adalah belajar,” tegasnya.

Saat ini, Mudjito mengaku terus berupaya menggandeng sekolah, pesantren, ataupun lembaga pendidikan nonformal untuk mau mewadahi mereka.

Dikatakannya, mengembalikan anak ke sekolah adalah suatu skema untuk melayani hak belajar anak. Setelah meluncurkan program, Mudjito menandatangani nota kesepahaman bersama 25 pimpinan lembaga PLK yang menerima subsidi ini. Tahun ini masing-masing lembaga mendapat subsidi sebesar Rp35 juta.

Hal senada dikemukakan Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak, Kemenakertrans, Adji Dharma. Menurutnya, jumlah pekerja anak atau mereka yang berusia di bawah 18 tahun saat ini berjumlah 1,7 juta jiwa. Dari jumlah itu, baru sekira 20 ribu yang masuk program pemerataan akses pendidikan.

"Data Menakertrans menyebut 85 persen anak-anak putus sekolah di SD dan SMP yang putus sekolah itu menjadi pekerja anak. Para pekerja anak putus sekolah itu juga akan mendapat pelatihan untuk bekal hidup. Sehingga mereka bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak saat dewasa kelak," kata Adji.
Dalam melaksanakan program ini, tertunya perlu ada kerjasama antar elemen karena masalah anak begitu kompleks. Kita harus bersama-sama dan bersatu membangun suatu pendidikan yang baik. “Program ini harus didukung dan diberi motivasi untuk anak-anak ke depannya,”  ungkap pendiri Yayasan, KH Mahruzzamin.

Mudjito turut mengutarakan hal setara, "yang terpenting, kita harus mengembalikan fitrah seorang anak yaitu bermain dan belajar.”

by: Deasy
 
sumber : http://www.pk-plk.com